Rabu, 28 September 2011

CERPEN
BOGOR. Siapa sih masyarakat Bogor yang tidak kenal Lala Tomboy? Dia berkali-kali menjuarai lomba Taekwondo di kotanya. Saat itu dia kuliah di fakultas ekonomi, semester kedua di salah satu perguruan tinggi di Bogor. Tinggal di Jl. Cikuray.
Memang sih, tingkah laku Lala seperti cowok. Namun, wajahnya tetap feminim. Dia berpenampilan, ceria, ramah, mau bergaul dengan siapa saja baik kaya maupun miskin. Juga, suka menolong orang lain. Tidak heran kalau temannya cukup banyak.
Saya mengenalnya secara kebetulan. Ketika saya ke om saya di Jl. Cikuray, kebetulan bertetangga dengan Lala. Karena om saya dapat undangan ulang tahun Lala, sayapun diajak dan dikenalkan dengan Lala yang punya nama lengkap Laila Wulandari.
Saat itu saya juga duduk di semester kedua di Fakultas Psikologi, UNPAD, Bandung. Tiap malam Minggu saya selalu ke rumah Lala. Jangan heran, banyak teman-temannya di rumahnya baik cowok maupun cewek. Ada yang main gitar dan bernyanyi, main catur, ngobrol atau becanda. Yang pasti, Lala belum punya pacar.
“Kamu naksir,Lala? Ha ha ha…Memangnya di fakultas psikologi nggak ada yang cantik?”. Begitu teman-teman kuliah saya di UNPAD sering mengritik saya.
“Memangnya ente sudah tidak normal kok sampai naksir cewek tomboy?”. Itu kata Hendra.
“Gue kan tahu, Lala itu kan lesbian…”. Olok Rachmad lebih parah lagi.
Lesbian? Apa iya? Memang sih, saya sering melihat Lala selalu berdua dengan teman ceweknya, baik sewaktu kuliah, ke toko, ke apotik atau kemana saja. Belum pernah saya melihat Lala pergi berdua dengan cowok.
Benarkah Lala lesbian? Bagaimana cara membuktikannya? Saya jadi agak ragu-ragu untuk mendekati Lala. Saya juga tidak tahu kenapa kok jatuh cinta dengan cewek yang tomboy begitu.
Pernah sih saya menanyakan ke teman-teman kuliahnya perihal isu lesbian itu, tapi tidak ada satu orangpun yang bisa mengatakan dengan pasti.
“Kok Lala nggak cari pacar,sih?”. Akhirnya suatu saat saya memberanikan diri bertanya.
“Pacar? Ha ha ha…! Kuliah aja belum selesai. Nanti kalau sudah diwisuda, baru pikirin pacar”. Begitu jawabannya. Masuk akal juga sih. Tapi bagaimana dengan isu lesbiannya? Sewaktu saya tanyakan ke om saya yang juga tetangga Lala, jawabannya juga tidak tahu.
“Lebih baik ente cari pacar di UNPAD saja. Tinggal pilih, ada Dewi, Ratna, Ratih, Vanesa, atau yang lainnya. Banyak di sini cewek yang jauh lebih cantik dari Lala”. Ujar Bagio yang kebetulan berasal dari Bogor.
Entahlah, saya tetap bersemangat untuk mendekati Lala. Soal berhasil atau gagal itu urusan nanti. Tanpa terasa, sudah tiga tahun saya melakukan pendekatan. Namun, tidak ada kemajuan sedikitpun. Saya benar-benar hampir putus asa.
Sudah ratusan kali malam Minggu di rumah Lala, namun suasananya tetap seperti dulu. Banyak temannya berkumpul. Tidak pernah ada kesempatan untuk berdua saja dengan Lala.
Tanpa terasa, tahun kelimapun sudah tiba. Saya mulai sibuk menyusun skripsi. Kebetulan, skripsi yang saya susun ada hubungannya dengan Lala. Judul skripsi saya yang dalam bahasa Inggeris yaitu “ Environtment Has More Effects on Individual than Heredity”. Selama bergaul bertahun-tahun dengan Lala, sayapun berusaha mencari jawab atas pertanyaan, “tomboy itu karena faktor keturunan atau karena faktor lingkungan?”.
Ternyata, banyak literatur yang berpendapat berbeda. Ada yang berpendapat bahwa seseorang bisa saja berperilaku seperti cowok karena faktor keturunan. Tentu ini dari sudut pandang psikologi. Namun buku lain mengatakan seseorang bisa saja bersikap tomboy karena faktor lingkungan.
Namun dengan mempelajari sedikit pandangan tomboy dari sudut ilmu kedokteran, maka saya mengkompromikan pendapat bahwa seseorang bisa saja bersikap tomboy karena faktor genetika. Namun, faktor lingkungan lebih mempengaruhi.
Hal tersebut cocok dengan kondisi Lala di mana keempat kakaknya adalah cowok. Di tempat latihan taekwondo juga lebih banyak cowoknya. Namun secara psikologis Lala adalah cewek tulen karena tidak pernah tertarik terhadap ke sesama jenis. Isu bahwa Lala adalah seorang lesbian tidak didukung saksi dan bukti yang kuat.
“Harry! Kamu dengar kabar nggak, Lala sekarang dirawat di rumah sakit!”. Tiba-tiba Dewi, teman kuliah, mengagetkan saya. Belakangan saya baru tahu kalau Dewi adalah tantenya Lala.
Tanpa ba-bi-bu, saya langsung pulang ke tempat kos saya di Jl. Dagoi, Bandung. Membawa pakaian secukupnya, kemudian dengan mengendarai Honda Civics Wonder warna merah, saya segera meluncur ke Bogor. Langsung ke rumah sakit.
Saya lihat Lala terbaring di tempat tidur dengan kaki kanan dibalut perban. Ternyata kaki kanannya patah akibat terpeleset di tangga kampus. Akhirnya hampir tipa hari saya selalu berkunjung ke rumah sakit. Kadang-kadang saya bawakan buah jeruk atau apel kesukaan Lala. Banyak juga temannya yang menengok.
Meskipun demikian, selama di Bogor saya tetap meneruskan penyusunan skripsi. Bukan hanya untuk saya, Lala yang sedang menyusun skripsipun meminta saya untuk mencarikan buku-buku yang berhubungan dengan skripsinya. Bahkan juga membantu mengetikkan. Semua saya lakukan dengan senang hati. Saya berharap, mudah-mudahan selesai wisuda nanti Lala bersedia menerima cinta saya.
Akhirnya, tibalah saatnya. Saya dan Lala lulus ujian sarjana. Saya sarjana psikologi, Lala sarjana ekonomi. Sewaktu saya diwisuda, Lala dan teman-temannya juga datang. Sewaktu Lala diwisuda, saya dan teman-teman dari Bandungpun datang.
Selesai Lala diwisuda, sayapun segera memberikan ucapan selamat. Kebetulan, Lala didampingi mamanya. Papanya sudah meninggal lima tahun yang lalu.
“Harry”. Panggil mamanya. Sayapun mendekati mamanya.
“Harry jangan marah,ya? Sebentar lagi Lala akan menikah”. Kata mamanya. Jantung sayapun berdetak keras. Saya siap menerima kenyataan sepahit apapun. Saya siap kecewa. Saya siap untuk patah hati.
“Dengan siapa, tante?”. Saya ingin tahu. Mama Lala pun berbisik di telinga saya.
“Dengan Harry…”
“Dengan saya, tante?”
Mamanya Lala mengangguk! Sayapun langsung merangkul Lala dengan segala suka cita saya. Saya lihat Lala menangis gembira. Oh, tidak sia-sia perjuangan saya selama lima tahun ini. Tiga bulan kemudian saya menikah dengan Lala yang punya nama lengkap Laila Wulandari itu.
Hariyanto Imadha
Penulis cerpen
Sejak 1973

Tidak ada komentar:

Posting Komentar